Makna Bahasa untuk Seorang Penulis

Sridewanto Pinuji
3 min readOct 28, 2022

--

Photo by Hannah Wright on Unsplash

Salah satu hal yang disinggung-singgung dalam setiap peringatan sumpah pemuda adalah persoalan Bahasa.

Berikut ini sedikit catatan mengenai Bahasa menurut saya.

Jadi, hingga saat ini saya secara aktif menggunakan empat bahasa:

  1. Bahasa Jawa
  2. Bahasa Indonesia
  3. Bahasa Inggris
  4. Bahasa Arab (setidaknya mampu membaca dan membunyikannya, hehehe)

Dari keempat bahasa itu, menurut saya ada satu hal yang sama, yaitu kita memerlukan kehati-hatian ketika menggunakannya.

Hal ini sangat penting, terutama ketika kita menggunakannya untuk menyambung kehidupan, seperti bagi seorang penulis atau pekerja yang berkaitan dengan tulis menulis.

Namun, semakin saya berpikir, kehati-hatian itu ternyata sangat bermanfaat untuk berbagai aspek lain dalam kehidupan.

Bagaimana empat Bahasa tersebut memicu kehati-hatian?

Pertama, kita awali dari Bahasa Jawa

Dalam Bahasa Jawa, ada tingkatan bahasa yang digunakan secara berbeda ketika kita menghadapi lawan bicara yang berbeda.

Barangkali penutur Bahasa Jawa pun seringkali lupa memperhatikan, bahwa kita harus sangat berhati-hati ketika menggunakan setiap tingkatan.

Contohnya, kata ‘kondur’ dan ‘wangsul’ sama-sama berarti pulang.

Namun, kata ‘kondur’ digunakan untuk orang lain yang kita hormati, misalnya orang tua. Sementara, kata ‘wangsul’ digunakan untuk kita sendiri.

Karena ketentuan ini, maka tidak tepat jika saya bilang:

“Kula kondur kala wau enjang.” -> saya pulang tadi pagi.

Sama tidak tepatnya, adalah:

“Bapak wangsul wau dalu.” -> Bapak pulang tadi malam.

Itu baru satu kata dan masih banyak lagi kata yang serupa, yaitu memiliki makna yang sama, tetapi penggunaannya berbeda.

Permasalahannya: jika salah menggunakan seperti contoh di atas, maka kita akan ditertawakan oleh mereka yang lebih paham.

Berita baiknya: semakin banyak orang yang tidak paham, jadi tidak apa-apa, mungkin kita tidak akan ditertawakan ketika salah pun, hahaha.

Poin pentingnya adalah: Bahasa Jawa mengajarkan kehati-hatian dalam penggunaannya.

Lebih jauh, Bahasa Jawa mengajarkan kepada kita, siapa kita, posisi kita, kedudukan kita di hadapan orang lain. Pendek kata, Bahasa Jawa mengajarkan kepada kita untuk sadar diri.

Kedua, Bahasa Indonesia

Contoh yang paling sering disebutkan adalah perbedaan kecil antara ‘dimana’ dan ‘di mana’.

Jika diperhatikan, dua contoh itu hanya berbeda dalam spasi. Kendati begitu, sebuah spasi menentukan hal yang benar dan salah.

Perhatian pada spasi itu menentukan berbagai hal lain, dan salah satunya lagi-lagi berkaitan dengan kehati-hatian.

Mereka yang memperhatikan satu spasi kecil yang terselip antara ‘di’ dan ‘mana’ pada kata ‘di mana’ biasanya adalah pribadi yang berhati-hati, taat pada aturan, dan memperhatikan hal detail.

Sebaliknya, mereka yang tidak memperhatikan spasi kecil itu, maka bisa disimpulkan adalah seorang pribadi yang …. silakan diisi sendiri.

Barangkali kesimpulan ini terlalu cepat, tetapi setidaknya kita bisa melihat ‘sedikit’ karakter seseorang dari caranya menuliskan ‘di mana’, hehehe.

Poin pentingnya adalah: Bahasa Indonesia pun mengajarkan kehati-hatian dalam penggunaannya.

Ketiga adalah Bahasa Inggris

Barangkali ini yang paling kompleks di antara tiga Bahasa yang saya kuasai.

Bahasa Inggris sangat memperhatikan detail. Karena itu, kita perlu berhati-hati ketika menggunakannya.

Misalnya, antara ‘threat’ dan ‘thread’ meskipun hanya beda satu huruf, tetapi artinya jauh berbeda.

Fenomena itu masih banyak ditemukan di kata yang lain.

Contoh lain lagi, antara ‘walk’ dan ‘walked’ lagi-lagi perbedaannya tidak terlalu banyak, tetapi keduanya menjadi petunjuk waktu kapan ‘walk’ atau kegiatan berjalan itu dilakukan.

Singkat cerita, poin pentingnya adalah lagi-lagi kita perlu berhati-hati dalam menggunakan Bahasa Inggris.

Keempat Bahasa Arab

Terus terang, dalam Bahasa Arab saya hanya bisa membaca dan membunyikannya. Itu pun semoga benar ketika membunyikan.

Alasannya semoga benar itu adalah karena ketika kita salah membunyikan, salah panjang dan pendek bacaan, salah membaca mendengung atau tidak mendengung, konon akan mempengaruhi makna dari hal yang sedang kita baca.

Karena itu, sekali lagi poin pentingnya adalah kehati-hatian dalam menggunakan Bahasa Arab agar tidak sampai mengubah makna.

Nah, setelah uraian tersebut, maka ada beberapa poin yang menurut saya perlu dicatat, yaitu:

  1. Mereka yang menyukai Bahasa cenderung akan berhati-hati.
  2. Mereka yang menyukai Bahasa akan memperhatikan hal-hal detail.
  3. Mereka yang menyukai Bahasa akan memperhatikan makna, ketepatan, konteks, nuansa, dan lain-lain.
  4. Mereka yang menyukai Bahasa cenderung overthinking dalam artian yang positif semoga, hahaha.

Lalu, siapa yang menyukai Bahasa itu?

Salah satunya adalah para penulis, karena mereka menggunakan Bahasa sebagai senjata.

Sebelum menutup tulisan ini, pesannya adalah: jika teman-teman mencari rekan kerja, carilah seorang penulis.

Read this post and more on my Typeshare Social Blog

--

--

No responses yet