Mungkinkah Meningkatkan Peran Penyandang Disabilitas dalam Film ‘Agak Laen’?

Sridewanto Pinuji
5 min readFeb 12, 2024

--

Poster Film Agak Laen menampilkan empat tokoh utama film ini.
Sumber: beritasatu.com

Film ‘Agak Laen’ hadir bagaikan setetes embun yang menawarkan kesejukan di tengah situasi panas menjelang pemilu. Film komedi semi horror ini hingga 11 Februari 2024 atau 10 hari penayangannya di bioskop telah ditonton oleh lebih dari 3,3 juta penonton. Ini menjadi film Indonesia pertama yang sukses menembus angka 3 juta penonton di tahun 2024.

Selain prestasi tersebut, ‘Agak Laen’ sukses membuat saya terpingkal-pingkal, merenung, hingga kadang terdiam karena tegang dan lumayan ketakutan. Kemudian, bagi saya ada hal lain yang menarik, yaitu kehadiran salah satu tokoh yang merupakan seorang penyandang disabilitas rungu wicara.

Obet diperankan oleh Sadana Agung Sulistya adalah penyandang disabilitas rungu wicara. Dia mengalami hilangnya fungsi bicara, tetapi sepertinya tidak mengalami hilangnya fungsi pendengaran. Ini terbukti ketika dia mampu memahami perkataan Jongki (Arie Kriting) dan empat tokoh utama film ini. Namun, dia memiliki hambatan untuk berbicara, sehingga lawan bicaranya tidak mampu memahami perkataannya.

Obet dalam rangkaian cerita film ini sebenarnya memainkan peranan yang sangat sentral. Sebab, agar tidak spoiler, meskipun berperan sebagai petugas kebersihan di pasar malam, sebenarnya dialah saksi utama sebuah peristiwa yang menjadi benang merah kisah sepanjang film. Namun, karena hambatan bicara, pihak berwajib tidak bisa mengorek keterangan dari Obet untuk menguak sebuah misteri.

Karena keterbatasannya, Obet harus mengalami kecelakaan. Ini terjadi karena kesalahpahaman antara Obet dengan Bene, Boris, Jegel, dan Oki, empat tokoh utama ‘Agak Laen’ . Keempat tokoh ini ingin memberikan ‘sesuatu’ kepada Obet agar dia tidak buka mulut dan membuka peristiwa misterius itu. Namun, cara yang ditempuh disalahartikan oleh Obet. Dia justru mengira keempat tokoh utama itu akan menutup mulutnya.

Obet pun berlari, berteriak meminta tolong. Namun, karena hambatan bicara, suara yang keluar dari mulutnya hanyalah erangan tidak jelas. Dia pun kemudian naik ke sebuah wahana permainan di pasar malam dan akhirnya terjatuh, sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Sisi Inklusif ‘Agak Laen’

Kehadiran penyandang disabilitas dalam film ‘Agak Laen’ perlu diapresiasi. Ini menunjukkan sisi inklusif dari film ini ketika melibatkan siapa pun anggota masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas seringkali dipandang sebagai seseorang yang perlu disembuhkan atau dinormalkan. Tujuannya agar mereka mampu menjalani kehidupan secara ‘normal’ dalam kondisi yang ‘normal’. Pandangan ini berfokus pada kelemahan penyandang disabilitas yang perlu ‘diobati’ dan cenderung mengabaikan kemampuan penyandang disabilitas.

Namun, di film ‘Agak Laen’ , penyandang disabilitas memainkan peranan penting. Obet sebagai seorang penyandang disabilitas memiliki kapasitas, yaitu sebagai petugas kebersihan. Bayangkan sebuah pasar malam tanpa kehadiran petugas kebersihan ini, bisa jadi takkan ada pengunjung yang datang karena sampah yang menumpuk. Bahkan, dalam jalinan cerita, Obet pun sebenarnya menjadi saksi utama sebuah peristiwa penting.

Kondisi ini menunjukkan bahwa ‘Agak Laen’ memberikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi. ‘Agak Laen’ menghilangkan hambatan bagi Obet untuk berpartisipasi dan menunjukkan kapasitasnya.

Upaya ‘Agak Laen’ tersebut sesuai dengan amanat Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau The United Nations Convention on the Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dalam konvensi tersebut, disabilitas adalah konsep yang terus berkembang dan merupakan hasil interaksi antara orang yang memiliki kesulitan fungsi dan terjadinya hambatan sikap dan lingkungan yang dapat menghambat mereka berpartisipasi penuh dan efektif di masyarakat berdasar kesetaraan dengan orang lain.

Dalam ‘Agak Laen’ , penyandang disabilitas seperti Obet mendapatkan lingkungan untuk berpartisipasi. Meskipun hambatan sikap masih terjadi, misalnya ketika Jongki tidak sabar dan berupaya lebih keras untuk memahami maksud perkataan Obet. Namun, ‘Agak Laen’ masih berupaya untuk menjamin partisipasi Obet, misalnya dengan kehadiran Juru Bahasa Isyarat yang diperankan oleh Ernest Prakasa.

Inklusi Sosial dan Mandat Inklusi

Dari uraian sebelumnya dan dari film ‘Agak Laen’ , kita dapat melihat bahwa penyandang disabilitas memiliki kapasitas dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, dapatkah peran penyandang disabilitas tersebut ditingkatkan?

Sebelum memulai peningkatan peran penyandang disabilitas, marilah kita tengok konsep inklusi sosial. Inklusi sosial adalah proses di mana usaha-usaha dilakukan untuk memastikan kesempatan yang setara — bahwasanya semua, tanpa menghiraukan latar belakang mereka, dapat mencapai potensi penuh mereka dalam kehidupan.

Inklusi juga didefinisikan sebagai suatu proses memastikan kesempatan bagi semua orang tanpa kecuali, tanpa membedakan latar belakang, jenis kelamin, usia, ragam disabilitas, agama, suku, ras yang bertujuan agar semua orang dapat berpartisipasi aktif dan bermakna dalam proses penyusunan dan pengambilan keputusan, dengan cara menghilangkan hambatan yang ada.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana usaha-usaha untuk memastikan kesempatan untuk berpartisipasi secara bermakna dan menghilangkan hambatan tersebut dilakukan?

Di sinilah kita mengenal Lima Mandat Inklusi. Ini adalah lima aspek yang perlu diperhatikan dan diterapkan untuk meningkatkan inklusi kelompok terpinggirkan atau pun paling berisiko, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia.

Lima mandat inklusi tersebut terdiri dari:

  1. Data pilah

2. Aksesibilitas

3. Partisipasi

4. Prioritas Perlindungan

5. Peningkatan Kapasitas

Kembali ke film ‘Agak Laen’ , bagaimana penerapan Lima Mandat Inklusi tersebut di pasar malam sebagai latar tempat dari film?

Pertama adalah data pilah. Jongki sebagai pemimpin pasar malam perlu melakukan pendataan gender, usia, disabilitas, dan wilayah. Secara sederhana, Jongki perlu tahu berapa laki-laki, berapa perempuan, berapa penyandang disabilitas, dan berapa kelompok paling berisiko lainnya yang menjadi warga pasar malam. Pendataan ini penting agar dapat diketahui kebutuhan dan pemenuhannya dari tiap-tiap warga. Misalnya, Obet membutuhkan dukungan juru bahasa isyarat.

Kedua mengenai aksesibilitas. Sekali lagi Jongki berperan untuk memastikan aksesibilitas bagi warga pasar malam. Aksesibilitas di sini bisa berupa informasi, infrastruktur, peralatan, dan juga pelayanan. Misalnya, Marlina diperankan oleh Tissa Biani Azzahra, sebagai seorang perempuan memerlukan toilet yang aman dan nyaman, yaitu toilet terpisah dan dilengkapi dengan penerangan yang cukup. Kemudian Obet juga perlu memiliki akses untuk memberikan dan menerima informasi. Sebagai contoh, pada saat kondisi darurat Obet dapat menekan sirine, memukul kentongan, atau lainnya untuk memberikan tanda bahaya.

Ketiga mengenai partisipasi. Jongki atau pengelola pasar malam lainnya perlu memastikan keterlibatan Obet sebagai perwakilan penyandang disabilitas dan Marlina sebagai perwakilan perempuan dalam proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut hajat hidup warga pasar malam. Tidak hanya itu, kelompok-kelompok warga pasar malam perlu dijamin partisipasinya dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan kelembagaan pasar malam.

Keempat mengenai prioritas perlindungan. Ini adalah upaya Jongki dan pengelola lainnya untuk menjamin keselamatan warga pasar malam. Prioritas perlindungan ini dapat berupa peraturan dan jaminan keamanan untuk warga dari stigma dan kekerasan. Di dalamnya juga mencakup pemenuhan hak dan kebutuhan dasar warga terutama kelompok berisiko serta tidak adanya diskriminasi di antara warga.

Terakhir atau kelima adalah peningkatan kapasitas. Jongki atau pengelola lainnya perlu memberikan pelatihan dan pendidikan, melakukan simulasi, hingga memberikan kesempatan kepada Obet atau warga lainnya untuk menjadi fasilitator. Upaya peningkatan kapasitas ini menjadi penting mengingat Obet diceritakan tidak mampu baca tulis atau pun menguasai bahasa isyarat.

Akhirnya, ketika Jongki atau pengelola pasar malam lainnya menerapkan Lima Mandat Inklusi, maka partisipasi Obet sebagai penyandang disabilitas dan kelompok berisiko lainnya dapat ditingkatkan.

Bisa jadi, peristiwa misterius yang terjadi di pasar malam film ‘Agak Laen’ tidak menjadi misteri dan penuh drama, horror, dan tawa seperti yang kita saksikan. Namun, tentu saja itu akan mengubah jalannya cerita, hahaha.

--

--

No responses yet